#1. Kaerimichi
Gadis itu terpaku di depan etalase kaca yang gemerlapan, memantulkan cahaya senja yang menyilaukan. Tidak peduli, ia terus terpaku dengan sorot mata “ingin” yang dalam terhadap sebuah benda mengkilat di balik etalase itu. sebuah gitar akustik. Gadis itu menelan ludah, tangan mungilnya menyentuh kaca etalase toko musik yang cukup besar itu. Membayangkan ia sedang memetik senar-senar gitar itu. memainkan lagu buatannya sendiri. Bernyanyi di pinggir pantai yang teduh.
Sekali lagi gadis itu menelan ludah.
“ Oi, Aniki*..” panggil seorang pemuda tampan kepada seseorang yang berada disampingnya, lebih tepatnya, kakaknya.
“ Hm?
“ apakah kau pernah berpikir kita mengenal gadis aneh itu? “ tunjuk sang adik ke seberang jalan, ke tempat gadis itu berada. Si kakak menoleh kea rah yang ditunjuk.
“ Sora-chan? “
~####~
“ AWWW~! “
“ Kaze! Kejam sekali kau memukulku~” keluh Sora seperti anak kecil. Si Adik, Kaze, tidak peduli. Ia malah memukulnya lebih keras lagi. Sora yang tidak terima ganti memukulnya. Mereka malah jadi bertengkar di jalanan. Si kakak, Arashi, hanya tertawa sembari menengahi.
“ Hei, sudah, sudah, jangan bertengkar di jalanan, nanti dilihat orang-orang..” ujarnya bijak. Kaze mencibir. Sora hanya tersenyum malu. Ia melirik ke etalase toko itu sekali lagi. tingkahnya yang kasat mata itu terlihat oleh Kaze.
“ apa yang kau lihat? “ Kaze ikut melihat ke arah etalase. Sora tidak menjawab.
“ Gitar? “ gumam Arashi. Sora mengangguk. Kaze tertawa, setengah mengejek.
“ kau ingin gitar itu? memangnya kau bisa main gitar? “ Sora terpancing. Ia berteriak sebal ke arah Kaze.
“ tentu saja! kalau aku punya gitar pasti aku akan berusaha belajar memainkannya!” sahutnya tidak terima.
“ Bodoh.. kita sudah kelas tiga, kau tahu itu? kau yang pemalas belum tentu bisa menguasai semua pelajaran apalagi hanya untuk belajar gitar!” peringat Kaze. Sora hanya mencibir, sedikit kesal.
“ hei, kalian sudah kuperingatkan untuk tidak bertengkar, bukan? “ kali ini ganti Arashi yang mengingatkan. Lalu Arashi mengacak-acak rambut Sora lembut.
“ Sora-chan, pasti bisa kok, tapi sebaiknya pikirkan dulu tentang ujian, Sora juga ingin lulus dan masuk SMU bukan?” ujar Arashi, memihak Kaze. Sora hanya mengangguk, sedikit kecewa karena tidak ada yang memihaknya.
“ tokorode, mengapa Sora-chan belum pulang jam segini? Sudah hampir malam, kau tahu? “ Tanya Arashi. Sora membalikkan badan, -ia memang berjalan di depan Kaze dan Arashi-.
“ latihan harian,” jelasnya singkat. Kedua tangannya berada di belakang kepalanya, bertaut.
“ kau masih ikut klub ternyata,” ujar Kaze menanggapi.
“ memangnya tidak boleh? “
“ kau sudah kelas tiga, kalau kau masih ingat,” sahutnya cuek. Sora menggembungkan pipinya, cemberut.
“ kenapa semua orang mengingatkan ku kalau aku kelas tiga? Sudah kubilang aku sudah tahu dan tidak ingin mendengarnya lagi! “ ujar Sora kekanakan. Ia menutup kedua telinganya dengan tangan sembari menggeleng. Rambut kucir duanya bergoyang-goyang. Arashi tertawa.
“ Hai, hai, baiklah kalau kau tidak ingin mendengarnya lagi, kami tidak akan berbicara apapun lagi tentang kelas tiga,” hibur Arashi sembari tertawa. Sora tersenyum riang, mengangguk.
“ setidaknya bebanku berkurang sedikit,” Sora menempelkan ibujari dan telunjuknya. Kaze hanya mencibir. Sora yang melihatnya langsung memukul Kaze dengan tas, Kaze hanya berlari sembari menjulurkan lidahnya, mengejek. Sora berteriak tidak terima dan mengejarnya. Arashi yang tertinggal dibelakang hanya tersenyum, geli.
~####~
Nama Gadis itu Manatsu Sora. Umurnya 14 tahun. Ia gadis periang yang bersemangat. Punya banyak teman karena sifatnya yang “hidup”. Ia masuk ke dalam daftar cewek paling popular di SMP Umimachi, yang terletak di sebuah
Ia berteman baik sedari kecil dengan dua bersaudara idola sekolah, Natsuno Kaze dan Natsuno Arashi. Mereka dua orang anak kembar yang hampir tidak bisa dibedakan, kecuali sifat mereka yang bertolak belakang. Sama-sama tampan, cool, dan menjadi incaran para cewek. Banyak murid cowok yang iri berkata begitu. Tapi sebenarnya tidak.
Natsuno Kaze adalah seseorang yang dingin, blak-blakan, dan kadang seenaknya. Ia selalu berkomentar dengan jujur atas sesuatu, walau kadang terlalu jujur sehingga membuat banyak orang sebal. Namun tidak masalah bagi Sora, karena sudah terbiasa dengannya. Sangat pintar dalam segala hal, baik pelajaran maupun olahraga. Ia idola para cewek-cewek karena sikap coolnya yang tidak dibuat-buat. Jarang tersenyum, dan berekspresi datar. Hanya dengan Arashi dan Sora lah ia bisa tersenyum dan setidaknya berkomunikasi dengan lebih baik.
Lain dengan Kaze, Arashi berhati lembut. Ia dijuluki Angelic Prince karena sifatnya yang lembut dan tulus membuat semua gadis-gadis di sekolahnya mabuk kepayang. Ia orang yang perhatian dan ramah, disukai banyak orang karena pesonanya. Lain dengan Kaze, ia tidak begitu pintar olahraga, ia lebih suka bereksperimen di laboraturium atau membaca di perpustakaan.
Walaupun mereka bertiga mempunyai sifat yang tidak sama, entah kenapa mereka berteman baik sedari kecil. Arashi sering mengatakan kepada kedua temannya itu bahwa mereka dipertemukan karena “takdir”, walau hanya disambut dengan tawa kecil Sora atau ejekan Kaze yang mengatakan “sok puitis”. Sementara Kaze mempunyai jawaban yang simpel, karena mereka bertetangga sejak dulu. Itu saja.
“ Ne, Kaze,” panggil gadis itu pelan.
“ Ha? “ respon si terpanggil cuek.
“ kau benar-benar akan keluar dari Atletik?” Tanya Sora, bernada sedikit cemas.
“ kalau iya kenapa? Kau merindukan aku? “ goda Kaze yang disambut pukulan cukup keras Sora ke bahunya. Kaze cuek dan memasang muka-tidak-sakit, lalu tertawa.
“ Ya, itu sudah menjadi keputusanku, bulat,” Kaze menekankan kata “bulat”. Sora hanya cemberut.
“
“ Bodoh, aku tidak terburu-buru, kau saja yang melambat-lambat,” ejeknya sambil lalu. Sora mengejarnya.
“ memangnya kenapa, Sora-chan? Bukankah itu sudah keputusan Kaze? “ ujar Arashi yang tiba-tiba sudah ada di tengah-tengah mereka. Sora melipat kedua tangan di depan dada. Sedikit kesal.
“ Hu uh! Habis, Kaze kan atlet andalan nomor satu di sekolah, Aku sebagai wakil ketua atletik diprotes secara besar-besaran Karena ketua andalan kami mengundurkan diri..” adu Sora, dengan nada pelan sedikit tidak rela.
“ jadi kau telah mengakui ku sebagai nomor satu?” sinis Kaze. Sora memukul Kaze dengan tas.
“ kalau kau tidak mengalahkan ku pada lomba kemarin, aku pasti jadi nomor satu bodoh! Aku
“ bilang saja tak rela mengakuinya, ayo Aniki, kita tinggalkan saja atlet bodoh ini..” Kaze berbalik, dan berjalan pergi. Arashi yang sedari tadi disamping Sora hanya tersenyum dan mengulurkan tangannya ke arah Sora.
“ Ikou, Sora-chan,” ulurnya sembari tersenyum.
Sora menyambut tangan itu tanpa ragu.
~#####~
Hening. Tidak ada derap langkah kaki atau apapun di belakang pintu yang tertutup rapat ini. dua bersaudara itu terdiam. Seakan sudah terbiasa dengan keadaan ini. Kaze mencoba memencet bel sekali lagi, sembari menyumpah kepada diri sendiri kenapa ia tidak membawa kunci cadangan.
“ Lagi lagi.. “
“ Itadaima! “ sementara diseberang rumah dua bersaudara itu, Sora membuka pintu rumahnya dengan riang. Ibunya membukakan nya pintu.
“ Okaa-chan, makan malam ha..”
“ Ara! Kaze-kun, Arashi-kun, kesini! ibumu sudah menitip pesan pada kalian agar makan malam disini, ayo sini!” teriakan ibunya memotong pertanyaan Sora. Sora menoleh kea rah rumah megah itu. Sementara itu, dua bersaudara melangkah malas kea rah rumah Sora yang sangat familiar di mata mereka, sebagai pelarian akan apapun yang terjadi di kehidupan di dalam rumah megah itu.
Sora berbinar, girang. Kebetulan sekali, padahal tadi aku sudah berniat akan ke sana untuk diajari matematika, batinnya riang. Dua bersaudara pintar itu takkan segan membantunya bukan?
Kaze membuka gerbang pintu depan dan masuk, diikuti Arashi. Arashi membungkuk sedikit ke arah Ibu Sora, sementara Kaze yang terlalu malas melakukannya hanya tersenyum sedikit.
“ maaf lagi-lagi merepotkan, Oba-chan,” ujar Arashi sopan. Lalu ibu Sora bangkit ke dalam untuk menyiapkan makan malam. Sora yang masih berada di depan pintu tersenyum kepada dua bersaudara itu.
Ayah dan Ibu si kembar itu memang jarang pulang. Ayah mereka seorang reporter internasional yang sering diutus untuk meliput berita-berita internasional. Sementara Ibu mereka adalah pemimpin redaksi majalah wanita yang terkenal di
Kesepian? Tentu saja. Tidak ada orang yang tidak kesepian akan hal seperti ini. sedari kecil Kaze mecoba untuk memahami hal itu. Mengapa orang tuanya pulang malam? Mengapa mereka selalu makan malam sendirian? Apakah orang tua mereka masih menyayangi mereka berdua? Kaze selalu bertanya-tanya. Tidak ada jawaban yang pasti tentang hal itu.
Beda dengan Kaze, Arashi jauh lebih mengerti. Ia mengerti semua jawaban dari pertanyaan yang selalu ditanyakan Kaze. Ketika Kaze sudah tak bisa menahan perasaan sepinya lagi, ia akan marah, dan bertanya-tanya mengapa mereka ditinggalkan. Namun Arashi bisa menjawabnya dengan tenang. Membuat Kaze tertegun. Mereka tidak sendirian.
Mereka berdua. Mereka yakin mereka akan selalu berdua, melengkapi, menemani. Tidak ada yang bisa mencampuri dunia mereka. Sebuah penghalang tipis antara mereka terhadap yang lainnya. Tak ada satupun yang bisa masuk. Tak ada satupun.
“ Ayo Masuk..” ujar Sora manis.
Seusai makan malam, dua bersaudara itu menemani Sora belajar di kamarnya. Arashi dengan sabar mengajari Sora yang kadang ogah-ogahan soal belajar. Sementara Kaze hanya terdiam, melamun di beranda jendela Sora. Menatap bintang yang bertaburan. Musim semi sebentar lagi berakhir. Udara mulai panas sehingga Kaze membuka jendela.
Kaze memandangi gadis yang sedang serius belajar tidak jauh diseberangnya. Manatsu Sora. Sejak kapan? Sejak kapan ia bisa masuk dalam dunia kami? Sejak kapan seorang gadis kecil bernama Sora ini bisa menembusnya?
Kaze termenung.
Seseorang yang bisa menembus dinding itu, dinding penghalang mereka berdua.
Apa arti Sora bagi kami? Apakah dengannya masuk ke dalam ruang lingkup kami, kami takkan membiarkan nya terluka? Apakah kami akan terus membiarkan kami bertiga bersama selamanya? Seperti yang selama ini ia lakukan dengan Arashi?
Sora lagi-lagi tertawa bersama Arashi. Entah apa yang mereka bicarakan, Kaze memandang mereka lama. Tawa mereka, senyum mereka.
Aku ingin menjaganya, menjaga senyum mereka, sampai akhir. Sampai akhir dimana aku tak bisa lagi melindungi mereka. Itu tekad Kaze.
Namun sampai sekarang,
Kaze masih terus berpikir, terngiang berulang kali.
Apa arti Sora bagi mereka berdua? Apa arti Sora baginya?
Bingung, akhir nya Kaze menjatuhkan diri ke tempat tidur Sora seenaknya.
“ HEI! Kaze! Seenaknya kau! Kau pikir ini kasur siapa hah?!” teriak Sora sembari menarik-narik kaki Kaze –walaupun sepertinya tidak begitu berguna.
“ Berisik… ini hanyalah kasur seorang anak bodoh yang tidak pintar…” ujar Kaze blak-blakan. Sora yang marah hanya membungkus wajah Kaze dengan selimut, sembari memukulinya agar menyingkir.
Namun sudah tak ada gerakan dari bawah selimut itu. Sora panik, mengira Kaze kehabisan napas. Ia langsung membuka selimut selimut itu dari wajah Kaze.
Ia sudah tertidur, nyenyak.
Sora hanya berdecak pelan. Sebenarnya ia ingin menarik Kaze sekalian untuk pergi dari kasurnya, namun tidak tega begitu melihat wajah lelah Kaze.
“ Kaze sudah terti..” pertanyaan Arashi terpotong. Sora menaruh telunjuk di depan bibirnya.
“ Sssst.. dia sudah tidur..” bisik Sora pelan. Arashi tertegun sebentar, kemudian tersenyum dan mengangguk. Sora mengusap dahi Kaze, menyingkirkan poni rambut Kaze yang menutupi matanya, lalu tersenyum.
“ Oyasuminasai..” ujar Sora sembari ikut berbaring disampingnya. Arashi hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, tapi kemudian ikut berbaring disamping Sora dan tersenyum.
Tidak sampai
~#####~
Kaze terbangun karena dengkuran halus yang terdengar di telinga kirinya. Ia membuka matanya pelan. cahaya matahari masuk dari arah jendela dengan tirai yang sedikit tersingkap. Kaze menoleh. Disebelahnya, Sora masih tertidur pulas dengan wajah polosnya. Kaze tersenyum. ia mengangkat tangan kirinya yang bertaut dengan tangan kanan Sora. Kaze melepaskannya pelan-pelan, berharap Sora tidak terbangun karenanya.
Kaze tertegun ketika melihat sosok Arashi yang sudah terduduk disamping kiri Sora. Memandang kosong entah kemana.
“ Aniki? “ panggilnya pelan. Arashi terkejut dan menoleh. Ia tersenyum dengan rambut yang sedikit acak-acakan.
“ Ohayou, Kaze,” sapanya hangat. Kaze tersenyum.
“ Ou, Aniki,” balasnya. Arashi menatap ke arah jendela.
“ jangan membukanya dulu,” Kaze mengerti maksud Arashi menatap jendela. Ia ingin membukanya untuk mendapat sedikit cahaya matahari. Namun Kaze tidak ingin Sora terbangun.
Arashi tersenyum dan mengangguk. Ia ganti memandang ke arah Sora yang masih nyenyak.
“ Kaze,” panggil Arashi pelan.
“ hm? “
“ Apa arti Sora bagimu?” tanyanya serius.
Kaze tertegun.
“ Arti Sora… bagiku? “ ulangnya pelan. Arashi mengangguk.
“ Aku..”
“ Kaze..? Arashi…?” potong Sora yang baru saja terbangun.
~#####~
“ Hoaaaaahhmm..” Sora menguap lebar. Sedari tadi pagi ia terus saja mengantuk. Sampai dalam perjalanan pulang inipun sudah tak terhitung ia sudah berapa kali menguap.
“ mengapa kau terus saja menguap seperti itu sih, kau tidak malu dilihat orang?” peringat Kaze sembari mengacak-acak rambut Sora yang memang sudah berantakan.
“ Aku ngantuk sekali..” aku Sora sembari menguap kembali.
“ sampai rumah aku harus segera tidur… “
Tiba-tiba suara deru mobil dari arah rumah dua bersaudara itu berdengung. Kaze langsung berlari kearah rumahnya, begitu juga Arashi. Sora yang masih setengah sadar hanya diam.
“ Ibu? “ ucap mereka berdua bersamaan. Seorang wanita paruh baya menoleh dari depan rumah itu.
“ Ah, Kaze, Arashi, ibu hanya ingin mengantar kunci dan mengambil pakaian ganti, dan ini, uang untuk makan malam kalian..” ujar Ibu itu sembari terburu-buru. Arashi menerimanya dengan tatapan kosong.
“ Ibu, mau kemana lagi? “ Tanya Kaze langsung.
“ Ibu akan kembali ke
“ berhati-hatilah, kalian berdua dirumah, ibu pergi dulu,” pamit Ibu mereka dan langsung tancap gas, pergi, lagi.
Kaze dan Arashi masih terpaku di depan gerbang. Seakan ibunya yang datang tadi hanyalah khayalan belaka. Sesuatu yang hanya melintas, lewat. Tidak lebih dari itu.
Sora sudah kehilangan kantuknya. Ia menatap kedua sahabatnya dengan sedih di depan pintu rumahnya. Tiba-tiba Ibu Sora lagi-lagi memanggil mereka berdua untuk makan malam di rumahnya. Kaze berjalan seperti biasa, namun tatapannya dingin. Seakan akan ingin sekali merobek-robek majalah dari redaksi ibunya agar ibunya mengetahui mana yang lebih penting, mereka atau majalah itu.
Tidak jauh berbeda dengan Kaze, Arashi juga menatap kosong ke entah kemana. Sepertinya ia agak kalut dengan hal tadi. bahkan ibunya tidak mengucapkan “Aku pulang” sekalipun, ia sudah pergi lagi. Sora yang melihat mereka tidak tahu harus berbuat apa. Ia hanya menggenggam kenop pintu erat-erat. berusaha untuk tidak menangis.
Kaze dan Arashi melepas sepatunya. Ketika mereka akan masuk, pintu itu terbuka lebih lebar, dibelakangnya ada gadis mungil dengan mata berkaca-kaca tersenyum lebar.
“ Okaerinasai!” sambutnya ramah. Dua bersaudara itu tertegun.
~#####~
“ Arashi, kau sudah mengetahui jawabannya?” Tanya Kaze sembari memutar-mutar pulpen. Ia, Sora dan Arashi sedang mengerjakan PR bersama-sama. Namun Sora malah tertidur beralaskan pergelangan tangannya, seperti anak kecil. Kaze mengelus kepala Sora yang menyembulkan ikal-ikal kecil.
Arashi mengangguk.
“ Apa arti Sora untuk kita? “
“ Sora adalah.. jalan pulang. Satu satunya jalan yang terbuka ketika kita mengira bahwa semua jalan sudah tertutup, ketika kita berpikir kita sudah tidak punya tempat untuk kembali, ia selalu membukakan pintunya dengan senyum, ia adalah jalan pulang,” tukas Arashi pelan.
Kaze mengangguk.
“ dan aku berjanji, suatu saat nanti aku akan menjadi jalan pulangnya, apapun yang terjadi, pasti.”
disclaimer : Kinoshita Michi.
" kore wa, itsumo, itsumademo, oboeteiru yo, kitto."
Kinoshita Michi, sesaat setelah foto kenang-kenangan kelulusan.
No comments:
Post a Comment