Seperti anak yang akan beranjak ke jenjang yang lebih tinggi lainnya, saia sering berandai-andai saia akan jadi apa. Dengan mudahnya saia jawab, "saia ingin lulus SMP, saia ingin masuk SMA 2," dan "saia ingin" lainnya. Dan saat itu saia tidak benar benar berpikir bagaimana sebenarnya mewujudkan keinginan-keinginan tersebut.
Sedari dulu, saia selalu hidup dalam pace yang ringan. Saia masuk SD dan SMP tanpa memikirkan hal-hal berat, seperti urusan biaya sekolah atau keluarga yang broken. Malah, sewaktu Ujian Sekolah yang menentukan kelulusan SD, saia tidak ingat bahwa saia pernah merasa deg-deg-an waktu itu, karena saia sudah mendapatkan SMP (SMPnya di lembaga yang sama dgn SD). Saia menjalankannya dengan biasa-biasa saja. Berencana untuk jadi manusia yang biasa-biasa saja. Pace lingkungan saia yang ringan sedari dulu membuat saia yang sekarang agak kelabakan.
Semenjak masuk SMP, saia bertemu lebih banyak orang. Mengetahui lebih banyak hal dari sebelumnya. SMP saia adalah sekolah swasta yang punya kesan berbeda dari sekolah negeri. Guru-gurunya sangat care bagaikan orang tua kedua bagi para muridnya. Banyak anak yang berkemampuan khusus masuk kesana, namun, baik yang berkemampuan khusus maupun tidak, semua mendapatkan perhatian lebih bagi setiap individu. Pace ini sama persis seperti rumah saia. Mungkin Pace ini bukanlah sesuatu yang buruk, tapi kadang, Pace seperti ini membuat orang tidak waspada akan hari esok.
Dan benar, sampai kelas delapan, saia sama sekali belum bisa mewaspadai hari esok. Saia masih belajar seenaknya saja tanpa punya tujuan mau kemana, besok akan melakukan apa. Seakan melangkah diseret waktu, hanya ikut saja. Ditambah lagi dengan suasana kelas saia yang "negatif" waktu itu. Pada tahun itu, aku masuk ke kelas yang berisi anak-anak yang nilai kelas tujuhnya dibawah ranking 15, alias kelas "ranking dua". Selayaknya manusia, saia sedikit terpengaruh dengan ke-santai-an kelas saia. Nilai nilai saia, di mata saia sekarang adalah "hancur". Namun karena nilai segitu di kelas ternyata termasuk bagus, saia jadi tidak punya motivasi untuk naik.
Sampai saia masuk ke kelas sembilan, saia agak kelabakan. Banyak pelajaran di tahun lalu yang belum saia pahami. Ini nyata, di kelas sembilan semester satu, saia benar benar kelabakan. Ingin mencoba belajar lagi, tetapi tidak tahu harus mengulang darimana. Lagi, kelas sembilan ini adalah kebalikan 180 derajat dari kelas delapan saia dulu, BANYAK ANAK PINTARNYA. Panik, cemas, dan bingung, saia mencoba lebih bersungguh sungguh. Beruntung, saia bertemu lagi dengan kawan dari kelas tujuh yang pintar, saia ingin mencoba me replay cara belajar saia jadi sedikit lebih baik dengan memperhatikan mereka.
Sedikit demi sedikit saia mulai mengingat lagi apa yang dulu saia lupakan. Cukup banyak, walau nilai saia masih tidak bisa dibandingkan dengan teman-teman saia dikelas, saia cukup senang bisa menyadarinya tidak terlalu telat. Menyadari apa?
Life’s not all about having fun! Banyak orang bilang, "kita hidup dengan have fun aja, biar ringan!" . Itu omong kosong, kita harus bisa membedakan kapan waktu having fun dan kapan waktu untuk berjuang. Arti hidup ini bukanlah bersenang senang!
Dan di semester dua, saia mulai terbiasa dengan kelabakan ini.
Saia masih belum bisa menguasai semua materi, walau Ujian Nasional sudah hampir tiba. Setiap hari otak saia dikuras dengan puluhan soal yang tidak ada habisnya. Hanya mengerjakan soal dan pembahasan, begitu saja, terus, berulang-ulang selama beberapa bulan itu.
Walau berulang-ulang, saia belajar banyak hal yang berbeda. Saia belajar apa rasanya bangga terhadap nilai yang bagus. Saia belajar apa rasanya turun peringkat dan hampir menangis karena itu. Saia belajar arti perjuangan kecil untuk diri sendiri. Saia belajar bahwa apa yang kita lakukan akan setara dengan apa yang akan kita dapatkan. Kita jatuh bukan untuk menangis, kita jatuh untuk mengetahui cara untuk bangkit kembali. Hal-hal kecil seperti itu.
Saat saat menjelang ujian nasional, semua cemas. Dari mengkhawatirkan materi yang belum dikuasai sampai mengkhawatirkan jawaban yang tidak terbaca. Dan saia ingat kata-kata seorang Ustadz di sekolah saia,
" kalian boleh bersiap-siap untuk lulus, boleh merencanakan akan SMA mana, atau yang lainnya, tapi selain itu, kalian juga harus mempersiapkan diri untuk tidak lulus, karena tidak ada yang menjamin bahwa kalian bakal lulus semua,"
Saia jadi mikir. Dari dulu saia cuma berpikir bahwa saia sudah pasti lulus, tidak mungkin tidak lulus. Seakan kata "tidak lulus" adalah sesuatu yang mustahil untuk diri saia. Ini terkait dengan Pace lingkungan saia. Saia selalu memikirkan "lingkup" amannya saja. Saia tidak pernah berpikir keluar, bagaimana nanti kalau tidak lulus? bagaimana nanti kalau ga bisa membanggakan orang tua?. Seperti pemikiran saia saat masih kecil, saia bisa mendapatkan apa saja yang saia inginkan, kalau tidak boleh, saia akan menangis dan merajuk dan pasti akan diberikan karena hati orang tua luluh.
memangnya takdir bisa "luluh"?
Saat itu saia belum bisa membayangkan bahwa misalnya saia tidak lulus, misalnya saia membuat sedih orang tua karena harus mengulang ujian, membuat kecewa para guru yang sudah mengeluarkan effortnya untuk membantu saia dalam UN. Apa kata dunia nanti?
Saia belajar satu hal lagi.
Banyak orang yang selalu bilang bahwa mereka optimis, mereka ga mau pesimis karena engga baik. Tapi menurut saia ga gitu. Seperti kata Xerxes Break di Pandora Hearts, apa yang berada di akhir, kadang tidak selalu sesuai dengan apa yang kita harapkan. Walaupun benar-benar pesimis juga tidak benar, saia belajar bahwa di hidup ini saia harus mempersiapkan resiko. Seperti naik pesawat terbang model terbaru yang dijamin super aman, sesuper apapun amannya, disana masih ada resiko untuk jatuh.
banyak orang yang bilang, " jangan bermimpi terlalu tinggi, karena ketika jatuh akan terasa sangat sakit," itu tidak benar. Kita boleh bermimpi setinggi apapun, asalkan kita sudah mempersiapkan diri untuk bisa jatuh. Karena hidup kadang berada di atas, kadang berada di bawah. Sialnya, kita tidak tahu kapan kita berada di atas atau dibawah.
Tapi Allah selalu baik sama saia, saia lulus dengan nilai lumayan.
Tidak sampai situ, saia ingin mencoba keluar dari pace lingkungan sekolah saia, saia mencoba untuk mendaftar SMU negeri. Bukan apa-apa, saia tidak ingin belok ke arah yang tidak benar atau bagaimana, saia hanya ingin mengujicoba diri saia sendiri.
Apakah saia sudah merasa siap untuk jatuh? Apa saia akan membawa diri saia ke jalan yang salah kalau pace saia berbeda dari biasanya?
Dan ketika saia mendaftar SMA 2, saia sedikit pesimis dengan hasil tes saia yang terlalu "ngarang". Tapi saia tetap berusaha untuk percaya diri bahwa saia akan masuk, beberapa hari sebelum pengumuman, saia sudah mempersiapkan diri untuk merasa "tidak diterima" dan rasanya memang pahit. Ketika sudah sangat pahit, saia akan menghibur diri sendiri dengan perasaan optimis. Memang kedengarannya aneh, tapi saia cukup berhasil untuk itu.
Dan lagi, Allah selalu baik sama saia, saia masuk SMA 2 dengan selamat.
Dan saia belum lagi merasakan jatuh. Bukannya saia tidak bersyukur, setiap orang juga tidak ingin jatuh, saia hanya ingin tahu apakah ketika saia jatuh, saia akan tetap bersyukur seperti ketika berada di "atas"?
Allah memberi kemudahan untuk saia agar saia selalu merasa bersyukur, saia belajar tentang hal itu. Ketika saia jatuh di kelas delapan, saia tidak punya motivasi untuk bangkit lagi. Saia merasa bahwa itu cobaan berat yang tidak ada jawabannya. Tapi saia sadar bahwa cobaan berat yang sesungguhnya adalah kebahagiaan yang sedang saia alami, Allah memberikan kebahagiaan bagi saia untuk merasa bersyukur,
dan saia bertanya sekarang, apakah saia sudah bersyukur?
apakah tiga tahun lagi saia masih merasa bersyukur?
mungkin tiga tahun yang akan datang, saia akan lebih lagi menemukan banyak orang. Saia akan bertemu dengan lebih banyak kejadian. Saia akan sering jatuh, saia akan sering diatas.
Dan saia berharap bahwa saia akan bisa belajar lebih banyak dari hal-hal tersebut. Lebih banyak bermimpi dengan hal hal tersebut. Lebih banyak bersyukur dengan hal-hal tersebut. Saia ingin membuktikan apakah ujicoba saia berhasil atau tidak.
Dan ketika ditanya lagi,
" Apa yang kamu inginkan untuk masa depanmu? "
Dan saia akan menjawab dengan tersenyum,
" Saia ingin menjadi orang yang berlari bersama waktunya, yang belajar dari masa lalu untuk bisa jadi lebih baik besoknya dari pada hari ini, bisa jadi lebih baik lusanya dari pada besoknya, dan jadi terus lebih baik, lebih baik, dan lebih baik dan bisa membuktikan keinginannya tidak hanya dengan kata-kata,"
~Owari~
Kinoshita Michi, 2010.
Kinoshita Michi, 2010.
No comments:
Post a Comment